Pertanyaan:
Saya pernah melihat orang yang berwudhu, namun dia membasuh tangan sampai melebihi siku dan membasuh kaki sampai betis. Padahal setahu saya membasuh tangan itu sampai ke siku dan membasuh kaki sampai ke mata kaki. Apakah yang dilakukan orang itu ada dasarnya?
Jawaban:
Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,
Benar bahwa batasan yang ditetapkan oleh Allah ta’ala untuk membasuh tangan adalah sampai ke siku dan untuk membasuh kaki adalah sampai ke mata kaki. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al-Maidah: 6).
Demikian juga dalam hadits dari Humran,
عن حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أن عثمانَ بنَ عفانٍ رضِيَ اللهُ عنه دعا بوَضوءٍ . فتوضأ . فغسل كَفَّيْهِ ثلاثَ مراتٍ . ثم مضمض واستنثر . ثم غسل وجهَه ثلاثَ مراتٍ . ثم غسل يدَه اليُمْنَى إلى المِرفَقِ ثلاثَ مراتٍ . ثم غسل يدَه اليُسْرَى مِثْلَ ذلك . ثم مسح رأسَه . ثم غسل رجلَه اليُمنَى إلى الكعبين ثلاثَ مراتٍ . ثم غسل اليُسرَى مِثْلَ ذلك . ثم قال : رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم توضأ نحوَ وُضوئي هذا . ثم قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم من توضأ نحوَ وُضوئي هذا، ثم قام فركع ركعتين، لا يُحَدِّثُ فيهما نفسَه، غُفِرَ له ما تقدم من ذنبِه . قال ابنُ شهابٍ : وكان علماؤُنا يقولونَ : هذا الوُضوءُ أسبغُ ما يُتَوَضَّأُ به أحدٌ للصلاةِ
“Dari Humran pembantu Utsman bin ‘Affan, suatu ketika Utsman bin Affan radhiyallahu‘anhu meminta air wudhu, kemudian dia berwudhu. Beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali. Kemudian berkumur-kumur dan istintsar (mengeluarkan air dari hidung, tentunya didahului memasukkan air ke hidung; istinsyaq). Kemudian membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian membasuh tangan kanannya sampai ke siku tiga kali. Kemudian membasuh tangan kirinya dengan cara yang sama. Kemudian beliau mengusap kepalanya dengan air (satu kali). Kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, kemudian membasuh kaki kirinya dengan cara yang sama. Kemudian Utsman mengatakan, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, “Siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian dia shalat dua rakaat dengan tanpa menyibukan jiwanya, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Ibnu Syihab mengatakan: Para ulama telah menyatakan bahwa tata cara wudhu ini adalah yang paling sempurna untuk shalat” (HR. Al-Bukhari no. 159, 164, Muslim no. 226).
Adapun membasuh tangan melebihi siku dan membasuh kaki melebihi mata kaki, ini adalah masalah yang diperselisihkan oleh para ulama. Karena terdapat hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ أُمَّتي يُدْعَوْنَ يومَ القيامَةِ غُرًّا مُحجَّلينَ من آثارِ الوُضوءِ، فمَنِ اسْتَطاعَ منكم أنْ يُطيلَ غُرَّتَهُ، فلْيَفْعَلْ
“Sesungguhnya umatku akan dipanggil di hari Kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudhunya. Maka siapa yang bisa memanjangkan cahayanya di hari Kiamat, hendaknya lakukanlah” (HR. Al-Bukhari no. 136, Muslim no.246).
Hadits di atas shahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim, namun perkataan “siapa yang bisa memanjangkan cahayanya di hari Kiamat, hendaknya lakukanlah” bukanlah perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, melainkan perkataan Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Syaikh Abdullah Al-Bassam menjelaskan:
أمَّا قوله: (فمن استطاع منكم أنْ يطيل غرَّته وتحجيله، فليفعل) فهذه الزيادة مدرجةٌ في الحديث من كلام أبي هريرة، لا من كلام النَّبي -صلى الله عليه وسلم-؛ كما في رواية أحمد (8208)، وقد بين ذلك غير واحدٍ من الحفَّاظ
“Adapun perkataan “siapa yang bisa memanjangkan cahayanya di hari Kiamat, hendaknya lakukanlah” ini adalah tambahan yang dimasukkan dalam hadits, dari perkataan Abu Hurairah. Bukan dari perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana jelas dalam riwayat Ahmad (no. 8208). Dan ini telah dijelaskan oleh para huffazh dalam ilmu hadits” (Taudhihul Ahkam, 1/128).
Sebagian ulama memahami dari perkataan Abu Hurairah di atas, bahwa dianjurkan untuk membasuh tangan lebih dari siku dan membasuh kaki lebih dari mata kaki. Dan sebagian ulama mengatakan bahwa tidak dianjurkan untuk membasuh lebih dari mata kaki dan mencukupkan diri dengan batasan yang ada dalam Al-Qur’an yaitu mata kaki.
Pendapat kedua adalah pendapat yang lebih kuat, yaitu tidak dianjurkan untuk membasuh lebih dari mata kaki. Karena itulah yang Allah tuntunkan di dalam Al-Qur’an dan juga dituntunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Selain itu, terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika selesai mencontohkan tata cara wudhu, beliau bersabda:
مَنْ زادَ على هذا فقدْ أساءَ وظلمَ
“Siapa yang menambahkan kadar dari apa yang telah aku contohkan, maka ia telah berbuat keburukan dan berbuat kezaliman” (HR. Abu Daud no.135, dishahihkan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkhis Al-Habir [1/121]).
Demikian juga, istilah memanjangkan ghurrah tidak tepat jika digunakan sebagai alasan untuk membasuh melebihi batasan. Sebagaimana penjelasan dari Syaikhul Islam yang dinukil oleh Ibnul Qayyim rahimahumallah :
وكان شيخنا يقول :هذه اللفظة لا يمكن أن تكون من كلام رسول الله ؛ فإن الغرة لا تكون في اليد ؛ لا تكون إلا في الوجه ، وإطالته غير ممكنة ، إذ تدخل في الرأس ، فلا تسمى ذلك غرة
“Syaikh kami (yaitu Ibnu Taimiyah) pernah mengatakan: Lafazh ini tidak mungkin merupakan perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena yang namanya ghurrah itu tidak terdapat di tangan. Ghurrah itu hanya terdapat di wajah. Maka tidak mungkin untuk memanjangkan ghurrah. Karena wajah itu termasuk kepala. Maka tidak disebut sebagai ghurrah” (Hadi al-Arwah, hal. 201).
Adapun memanjangkan ghurrah (cahaya di wajah) yang ada dalam perkataan Abu Hurairah di atas maksudnya adalah memperbanyak wudhu dan memperbaharui kembali wudhu ketika batal. Sehingga kelak di akhirat ghurrah (cahaya) yang didapatkan akan lama dan panjang. Bukan bermakna menambahkan kadar pembasuhan melebihi yang dicontohkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/42882-hukum-membasuh-tangan-melebihi-siku-dan-kaki-melebihi-mata-kaki.html